Senyawa
bahan alam yang berbentuk padatan dari hasil isolasi suatu tanaman ataupun
senyawa hasil sintesis organik sering kali terkontaminasi oleh pengotor meski
hanya dalam jumlah yang relatif sedikit. Teknik umum yang sering digunakan untuk
pemurnian senyawa tersebut adalah rekristalisasi yang didasarkan pada perbedaan
kelarutannya pada suhu tinggi atau rendah dalam suatu pelarut.
Kelarutan
suatu senyawa akan meningkat dengan meningkatnya temperatur. Pembentukan kristal
kembali dilakukan dengan pendinginan larutan hingga tercapai keadaan lewat
jenuh. Sehingga rekristalisasi meliputi tahap awal melarutkan senyawa yang akan
dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut atau campuran pelarut pada temperatur
tinggi atau bahkan mencapai titik didih pelarut sehingga diperoleh larutan
jernih dan tahap selanjutnya adalah mendinginkan larutan yang akan dapat
menyebabkan terbentuknya kristal yang kemudian dipisahkan melalui penyaringan.
Pemilihan pelarut untuk rekristalisasi
pada umumnya didasarkan pada kemiripan sifat fisikokimia antara pelarut dan zat
yang akan dimurnikan.
1. Polaritas
sampel dengan pelarut harus berdekatan
2. Pelarut
bersifat inert atau tidak dapat bereaksi dengan sampel yang akan dimurnikan
3. Kelarutan
sampel dalam pelarut harus tinggi pada temperatur tinggi dan harus rendah pada
temperatur rendah
4. Pengotor
organik harus dapat larut dalam pelarut pada temperatur rendah sehingga
pengotor akan tetap tinggal dalam larutan pada saat pembentukan kristal
5. Pengotor
anorganik tidak larut dalam pelarut meskipun pada temperatur tinggi sehingga
dapat dipisahkan dengan jalan menyaring larutan dalam keadaan panas
6. Titik
didih pelarut harus lebih rendah dari titik didih kristal
7. Sebaiknya
dipilih pelarut yang tidak toksik dan tidak mudah terbakar.
Kualitas
kristal yang diperoleh sangat bergantung pada kecepatan proses pendinginan
larutan. Jika pendinginan terlalu cepat, kristal yang terbentuk akan berukuran kecil-kecil
dan tidak murni. Sebaliknya jika pendinginan terlalu lambat, kristal yang
terbentuk akan berukuran besar-besar dan dapat menjebak pengotor serta pelarut
pada kisi-kisi dalam kristal. Jika proses pendinginan diperlukan penangas es
maka suhu penangas harus tetap dijaga agar suhunya tidak lebih rendah dari
titik beku pelarut.
Untuk
campuran yang mengandung pengotor yang berwarna atau jika larutan dikeruhkan
oleh suspensi dari senyawa-senyawa yang tidak larut maka dapat digunakan karbon
aktif yang akan mengadsorpsi pengotor berwarna tersebut. Sebelum ditambahkan
karbon aktif, larutan didinginkan beberapa saat. Jumlah karbon aktif yang
dipakai biasanya adalah 0,2 gram untuk 100 mL larutan. Penambahan karbon aktif
tidak boleh dilakukan saat larutan berada pada suhu mendekati titik didih
pelarut karena sejumlah besar udara yang teradsorpsi oleh karbon aktif akan
dibebaskan secara tiba-tiba. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya busa yang
melimpah dan larutan akan meluap keluar. Setelah karbon aktif ditambahkan ke
dalam larutan, campuran dipanaskan hingga suhu titik didih pelarut. Untuk memisahkan karbon aktif, campuran
disaring dalam keadaan panas.
_______________
Kristanti,
Alfinda Novi, dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Universitas Airlangga.
Komentar